24 November 2013 – Kepopuleran dunia robotik Indonesia berdampak pada semakin familiernya robot di masyarakat, terutama di tingkat universitas dan sekolah. Tak salah jika berbagai kegiatan robotik diselenggarakan, mulai kompetisi hingga kelompok belajarnya. Jadilah robotik menjamur di berbagai tempat.
Banyak anak muda yang terpacu membuat robot dengan keunikan tersendiri. Hal itu yang membuat mereka mampu bicara di dunia. Ada robot yang bisa menari, robot pemadam api, atau robot bermain bola. Tren membuat robot juga tengah digandrungi di Kota Bandung. Banyak di antara mereka yang masih duduk di bangku sekolah memiliki keahlian yang tidak kalah baiknya dengan mahasiswa atau profesional.
Michelle Emmanuella Tjahyadi termasuk siswa yang mampu bicara di dunia dengan prestasinya di dunia robot. Siswa kelas XII IPS SMA Santo Aloysius Bandung ini sudah menciptakan beberapa robot, seperti robot penyiram tanaman dan robot green bird. Robot yang dibuatnya ini mampu mendeteksi gas hidrokarbon, seperti elpiji, korek api, dan metana yang terkandung dalam sampah. Saat sensor mencium gas, akan bunyi sejenis alarm. Robot buatannya ini dapat digunakan untuk rumah tangga, misalnya untuk mendeteksi kebocoran gas.
Dia mengakui, untuk bisa menjadi sebuah robot bukanlah hal mudah, harus melalui sebuah proses belajar yang panjang. Mulai menentukan ide awal, seperti melihat kondisi lingkungan sekitar atau imajinasi pembuat robot, memprogram, hingga membangun robot. Salah satu kesulitan yang paling nyata adalah pemrograman robot. “Bagaimana mengubah ide kita ke bahasa program. Karena kesalahan membuat program, robot tidak bisa berjalan. Membuat robot juga memacu kreativitas kita untuk buat inovasi baru,” tuturnya.
Selain mahir membuat robot, Michelle kerap membagi ilmunya melalui buku yang dibuatnya. Pengalaman membuat robot green bird dituangkan dalam buku berjudul Membuat Robot Green Bird. Berbeda dengan buku teknik yang lain, buku ini memadukan cerita fiksi dan panduan teknis membuat robot. Dengan cara tersebut, akan lebih mudah belajar membuat robot. “Di internet juga banyak panduannya. Kesulitannya pasti ada, tapi sebetulnya buat robot itu nggaksusah kok. Buat saja dulu dari bahan sederhana, modal belajar robotik itu cuma rasa ingin tahu,” akunya.
Selain Michelle, remaja lain yang juga jatuh cinta pada robotik adalah Suhadra Pattra. Siswa kelas X SMAK 1 BPK Penabur Bandung ini sudah satu tahun mengikuti les robotik. Dia membekali dirinya dengan kemampuan dasar membuat robot, dimulai dari membuat otaknya, yaitu mikrokotroler. Ketika menemukan kendala, itu menjadi tantangan untuk bisa memecahkannya sendiri. “Kalau dasarnya sudah kuat, belajar membuat robotnya juga tidak akan terlalu susah. Kebanyakan orang langsung belajar buat robot, tanpa belajar dasarnya. Jadi susah,” ujarnya.
Akan tetapi, Suhadra jarang mengikuti kompetisi, dia lebih suka mengutak-atik barang elektroniknya. Kalau ada hal-hal baru, dia langsung uji cobakan. Hal itulah yang membuatnya betah dan ketagihan untuk belajar membuat robot. “Belajarnya juga nggak cukup di tempat les, di rumah juga harus ngoprek, banyaklatihan biar cepat bisa. Jadi, kemampuan kita makin berkembang,” pungkasnya.
Utak-atik Robotik — masita ulfah