Pikiran Rakyat, 4 Februari 2009 – JIKA Anda kebetulan bertemu dengan anggota komunitas yang satu ini, jangan sakit hati bila kehadiran Anda diabaikan. Pasalnya, di antara sesama anggota komunitas sendiri, kadang seperti tak hirau satu sama lain. “Iya nih, lagi tanggung,” ujar Eric Andreas( 18 ) yang sedang mencocokkan maket dengan komputer.
Eric Andreas termasuk salah seorang peserta kelas robotika SMAK Trimulia Bandung. Di sekolah ini, memang telah terbentuk semacam klub robotika di bawah bimbingan Ir. Christianto Tjahyadi dari Next System Robotics Learning.
Selain di sekolah, klub robotika juga bertumbuh di lingkungan kampus. Sebut saja Divisi Robotika Unikom Bandung. Komunitas ini menggelar aktivitas “ngulik” robotnya di ruang bawah tanah Kampus Unikom yang terletak Jln. Dipati Ukur Bandung. “Iya, di sinilah kita saban hari ngutak-ngatik algoritma robot-robot yang akan kita buat. Sebagian ada yang masih dalam proses, sebagian lagi sudah ada yang jadi,” ujar Yusrila Kerlooza, koordinator Divisi Robotika Unikom Bandung.
Klub Robotika SD/SMP/SMA Trimulia dan Divisi Robotik Unikom Bandung, hanya dua di antara komunitas robotika yang berada di bawah lembaga pendidikan formal. Masih banyak komunitas lain yang berasa di bawah lembaga formal sekolah dan kampus seperti di ITB, Politeknik Bandung (Polban), Politeknik Manufaktur (Polman), ITT Telkom, Politeknik TIDC, malah di UIN juga ada.
Tak cuma itu, di Bandung juga terdapat komunitas robotika yang lebih terbuka namanya, Next System Robotic Learning Center. Klub ini mengutak-atik berbagai jenis robot dari Next System di bawah bimbingan Christianto Tjahyadi yang kemudian juga mengembangkan klub robot ini di sekolah-sekolah.
Peserta yang bergabung dengan Next System Robotic Learning Center sangat beragam, mulai dari siswa SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, sampai karyawan dan profesional. Malah beberapa peserta datang dari luar kota seperti Semarang, Purwokerto, Denpasar, Surabaya, dan kota-kota lain.
Biasanya, kata Christianto, mereka ikut program TFT (training for trainer) karena akan mengembangkan robotika di kotanya masing-masing. “Bandung termasuk salah satu kota tujuan orang yang ingin mendalami robot karena di kota Bandung, bukan saja di lembaga formal tetapi di kelab-kelab seperti ini juga bisa memperlajari robot,” ujarnya.
Di tempat ini, mereka berlatih pemrograman robot Lego Mindstorms NXT untuk siswa dan umum. Pemrograman ini meliputi pemrograman Robot Mindstorms NXT dengan NXT-G, pemrograman Robot Mindstorms NXT dengan Bahasa C, dan pemrograman Robot Mindstorms NXT dengan Bahasa Java dan Microsoft Robotics Studio.
Pelatihan robot ini berlangsung setiap Sabtu dengan waktu bervariasi. Untuk anak-anak TK-SD pagi hari, untuk remaja dan dewasa siang sampai sore hari. Untuk menjamin kualitas pembelajaran, kelas dewasa dibatasi 2-3 orang, sedangkan untuk anak-anak bisa agak banyak, sampai 3-6 orang.
“Kita bertemu memang setiap Sabtu di sini, tetapi interaktif lebih banyak di dunia maya. Terutama anggota yang ikut dari luar kota. Sedangkan untuk anak-anak yang masih bersekolah, pertemuan yang lebih intensif di sekolah,” ujar Christianto yang menggelar kegiatannya di ITC Kosambi Bandung.
Bosan, tapi menyenangkan
Bila robot sering identik dengan sesuatu yang rumit atau ruwet, sebaliknya di Klub Robot Christianto. Anak-anak maupun orang dewasa yang bergabung di sini menganggap robot sebagai hobi yang menyenangkan. Pasalnya, kata Christianto, sejak awal mereka akan menekuni robot, selalu diberi pemahaman bahwa robot itu menyenangkan. Cara menekuninya pun “mengalir” saja, sampai akhirnya para peserta merasakan bahwa bermain robot sangat menyenangkan.
Diakui Christianto, cara kerja robot tidak terlepas dari mekanisme elektronik yang harus dipelajari dan dimengerti. Tetapi jika “jalan masuk” ke pemahamanan itu diberikan dengan cara-cara menyenangkan, anak-anak atau siapa pun yang menekuninya akan tetap merasa “kerasan” untuk berlama-lama “ngulik” robotnya sampai bisa difungsikan.
Dalam setiap pertemuan, peserta memeroleh pengenalan persepsi robot, model-model yang digunakan, cara kerja sensor, dan eksplorasi prinsip-prinsip dasar serta aplikasi robot. Disampaikan pula teknik-teknik robot dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kehadiran robot pun jadi sangat dekat dengan lingkungan.
“Kalau bukan bekerja berdasarkan cara kerja robot, bagaimana mungkin lampu lalu lintas bisa mengatur kendaran dari berbagai penjuru. Hal-hal seperti itulah yang biasanya kita sampaikan kepada anak-anak dan peserta di sini,” ujar Christianto.
Tak mengherankan, bila 80 persen pertemuan klub selalu diisi dengan praktik. Sedangkan untuk teori dan pengenalan sistem (mekanisme) kerja robot maupun sensor, hanya 20 persen saja. Pasalnya, hanya dengan 15-30 menit pun, seseorang sudah akan bisa memahami cara kerja robot.
Meski agak berbeda pandangan, Yusrila Kerlooza dari Divisi Robotika Unikom Bandung membenarkan. Menurut dia, menekuni robotika itu sangat menyenangkan. Kendati begitu, hanya orang-orang yang mampu mengalahkan rasa bosanlah yang akan bertahan menekuni dunia robot.
Pasalnya, kata Yusrila, merancang robot tidak cukup sampai robot itu bisa bergerak. Tetapi, bagaimana gerakan robot tersebut bisa dipertahankan dan kuat. Untuk pehobi robot anak-anak, kecenderungan bosan mungkin akan sedikit teratasi karena hampir sebagian besar bahan dasar robot sudah disediakan.
“Kalau anak-anak yang menekuni robot, biasanya kan sudah tersedia construction kit-nya. Algoritma juga. Berbeda dengan komunitas robot mahasiswa dan dewasa. Mereka harus merancang algoritma, mencari bahan, merangkainya sampai robot itu bisa bergerak dengan gerakan yang andal,” ujarnya.
Inilah yang menurut Yusrila, disebut dengan bisa membunuh rasa bosan. Bayangkan saja, untuk sampai bisa berdiri tegak dan bergerak serta gerakannya bertahan baik itu, waktu yang diperlukan tidak hanya seminggu dua minggu tetapi bulan bahkan sampai tahun,” ujarnya.
Target lomba
Hampir semua pehobi robotika mengaku, lomba sebagai target dari ekspresi karya mereka. Seperti disampaikan Christianto, untuk menakar kualitas karya anggota, pihaknya sering mengadakan lomba rutin. Untuk tingkat sekolah, lomba digelar di sekolah. Sedangkan untuk tingkat yang lebih tinggi, mengikutsertakannya di berbagai ajang lomba.
Hal sama diakui Yusrila. Menurut dia, menekuni robot di Indonesia masih dianggap hobi mahal. Sangat disayangkan bila hasil karya hobi ini hanya dipandangi begitu saja. Ikut serta dalam lomba merupakan jawaban untuk memberikan penghargaan setimpal atas biaya mahal dan kerja keras.
Komunitas robotik Unikom misalnya. Sudah tiga tahun berturut-turut berjaya di ajang Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) nasional. Selain para penghobi ini bisa mengukur hasil karyanya, juga dapat menimba ilmu dari peserta lain. Terlebih menurut Yusrila, setiap ajang lomba mempunyai keistimewannya masing-masing.
“Lomba yang digelar di Amerika, belum tentu bisa disebut lebih berkualitas dibandingkan dengan lomba yang digelar di Jepang. Pasalnya, setiap negera mempunyai spesialisasi masing-masing yang biasanya disesuaikan dengan perkembangan teknologi robot masing-masing negara,” ujarnya.
Klub robotika yang dikembangkan Christianto, kini bukan hanya menyebar di sekolah, tapi juga beberapa kota di Indonesia seperti Semarang, Purwokerto, Denpasar, Medan, dan Surabaya. Mereka kerap datang ke Bandung untuk mengikuti program training for trainer (TFT) yang digelar Klub Robotik Kosambi.
Hal itu, kata Christianto, karena terbatasnya instruktur robot di Indonesia. Permintaan klub ini untuk melebarkan kegiatannya di berbagai kota, cukup besar. Namun, karena keterbatasan instruktur dan guru, permintaan itu tak bisa dipenuhi. “Makanya, kita selalu mengajaknya untuk datang saja ke sini,” ujarnya.
Satu lagi kiprah urang Bandung yang sudah mampu “menyedot” perhatian dan minat pendatang untuk bertandang ke kota kreatif ini. Anda ingin bergabung? (Eriyanti/”PR”)***
NEXT SYSTEM
Robotics Learning Center
ITC Kosambi F2
Jl. Baranang Siang 6-8
Bandung 40112
Tel. (022) 4222062, 70775874
Email: info@nextsys.web.id
Website: edukasi.nextsys.web.id