KOMPAS: Robot Bukan Keagungan Teknologi Semata

Harian Umum KOMPAS, Sabtu, 15 Mei 2010 | 14:48 WIB

Oleh Cornelius Helmy

Sang Saka Merah Putih berkibar lagi dalam ajang Robogames 2010 di San Mateo County Event Center, Amerika Serikat, 24-25 April. Robot DU-114 buatan Universitas Komputer Indonesia menjadi juara dunia dalam kategori Open Firefighting Autonomous Robot.

Setahun lalu, versi awal DU-114 merebut medali emas untuk kategori yang sama. Robot pemadam kebakaran yang dibidani Yusrila Kerlooza dan Rodi Hartono itu berhasil menaiki tangga, menemukan, dan memadamkan titik api lebih cepat dari peserta lain.

“Menjadi luar biasa karena kami bersaing dengan negara pengembang teknologi yang sudah sangat maju, seperti Amerika dan Inggris,” ujar Yusrila.

Prestasi lain diraih tim Divisi Robotika Unikom dalam Kompetisi Robot Indonesia dan Kompetisi Robot Cerdas Indonesia (KRI-KRCI) Regional II-2010. Tiga robotnya meraih juara pertama di semua kategori KRCI. DU 114 V10 juara di kategori Senior Beroda, DU 116 di Senior Berkaki, dan DU 99-V2 pada Expert Battle.

Pengalaman yang sama diraih NEXT SYSTEM, lembaga penyelenggara program pelatihan mikrokontroler dan robotik. Hingga Mei ini enam gelar juara diraih tim binaannya. Beberapa di antaranya adalah tim SDK Trimulia (juara 1 dan 2 kategori Junior 1 T-Rex 2010), tim SMPK Trimulia (juara 2 kategori Junior 2 T-Rex 2010 serta juara 1, 2, dan 3 kategori Senior T-Rex 2010), dan tim Foxhound (juara 2 Robotic Day 2010).

“Sebelumnya, tim Vini Vidi Vici berhasil meraih medali perak kategori Maze Solving kelompok umur 13-18 tahun di South East Asia Robotics Olympiad 2009,” ujar Managing Director NEXT SYSTEM Christianto Tjahyadi.

Bukan tujuan akhir

Akan tetapi, meski telah meraih prestasi dunia, mereka sepakat tujuan akhir pengembangan robot saat ini tidak sekadar mengejar prestasi. Robot hanyalah sarana untuk tujuan lain yang lebih mulia. Yusrila berharap kemampuan membuat robot bisa digunakan mahasiswa sebagai bekal masa depannya. Mereka tidak semata-mata bisa membuat robot, tetapi juga menanamkan sikap disiplin, sabar, rajin, dan mampu bekerja dalam tim untuk semua jenis aktivitas.

“Sejak membidani Divisi Robotika Unikom pada 2005, saya lebih sabar berhadapan dengan orang lain. Bahkan saya menjadi lebih teliti dalam mengajarkan beragam hal,” katanya.

Christianto mengatakan, proses pembuatan lebih penting ketimbang mempelajari robot yang sudah jadi. Alasannya, banyak hal penting yang bisa dijadikan pelajaran dalam beragam kegiatan. Ia mencontohkan Robot Edukasi buatan Next System. Robot Edukasi bisa membawa siswa lebih memahami pelajaran di sekolah, seperti menghitung diameter roda untuk Matematika, belajar bahasa pemrograman di mata pelajaran komputer, serta menghitung gerak dan momentum benda yang ada dalam mata pelajaran Fisika.

Pembuatan robot juga bisa berfungsi sebagai alat latih psikologis melalui praktik kerja sama tim. Hal itu terbukti dengan banyaknya perusahaan yang menggunakan jasa pembuatan robot sebagai materi utama kegiatan outbound. Bahkan pembuatan robot telah dijadikan alat terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus. “Ketakutan masyarakat saat ini adalah robot menggantikan tugas manusia. Namun, lebih dari itu, teknologi dalam robot justru bisa membantu manusia menyelesaikan beragam hal sulit,” kata Christianto yang peserta pelatihannya berasal dari Aceh hingga Makassar.

Dosen pembimbing Unikom di KRI-KRCI 2010, Taufiq Nuzwir Nizar, juga berharap agar terciptanya robot bukan tujuan akhir pembuatnya. Pembuatnya harus mempertimbangkan unsur keuntungan lain yang didapat dalam proses pembuatannya.

“Setidaknya ada dua keuntungan yang didapat ketika memilih aktivitas pembuatan robot. Selain teliti dan disiplin, seseorang akan mengerti teknologi pembuatan robot yang nanti pasti berperan besar membantu aktivitas manusia,” ujar Taufiq.