Berbagi Bersama Dosen Sebuah Politeknik

Kemarin, seorang dosen dari sebuah politeknik di kota Cimahi / Bandung, mampir di NEXT SYSTEM untuk bicara soal pengembangan program robotik di tempatnya mengajar. Dia mengeluhkan dukungan dari yayasan sekolah yang mensyaratkan untuk berprestasi terlebih dahulu, baru dana riset akan dianggarkan.

Lucu juga! Bagaimana mungkin bisa lahir sebuah prestasi, bila tidak ada modal untuk riset? Walaupun mereka sudah paham dan fasih dengan teori robotika, namun dalam implementasinya tetap harus ngoprek (baca: riset), sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.

Jadi, yang mereka lakukan adalah merogoh kocek sendiri, melakukan riset, dan setelah ada prestasi, barulah meng-claim-nya kepada yayasan. Mending kalau langsung menorehkan prestasi. Bila tidak?

Namun, keluhan yang seperti ini, bukan cuma dialami oleh ybs. Di tempat lain pun sama. Ada hitung-hitungan Rupiah yang sering kali tidak logis, yang disyaratkan oleh penyandang dana. Bila demikian kenyataannya, kasihan sekali para penggiat ini. Dedikasinya harus habis-habisan. Habis waktu, tenaga dan pikiran. Habis juga isi kantong untuk mendanai riset 🙁

Mejeng lagi di Bisnis Indonesia ;)

Saat asyik melihat-lihat robot line follower yang akan berlomba di arena Galelobot ITB 2009 minggu lalu, seorang rekan jurnalis dari detik.com menyapa. Ya, kami memang pernah bertemu dan bicara di akhir Januari 2009 lalu, menjelang kompetisi robotik di satu SMA swasta di Bandung.

Rupanya, dia bersama dengan rekan wartawan lainnya, baru selesai meliput acara seminar di gedung yang lain.

Rekan wartawan dari harian Bisnis Indonesia sangat antusias membicarakan perkembangan robotik, dan “menyeret” saya ke tempat yang lebih santai untuk sebuah wawancara. Jadilah sebuah wawancara dengan durasi yang lumayan panjang, dan hasilnya ditayangkan dalam sisipan lembar Jawa Barat harian Bisnis Indonesia edisi Rabu, 30 April 2009.

Dalam tulisan tersebut, ada beberapa penjelasan yang kurang pas dan perlu koreksi. Namun, karena sudah tayang, bagaimana meng-koreksinya?

Saya adalah alumni teknik elektro, bukan teknik informatika seperti yang ditulis. Juga belum pernah menjadi dosen di perguruan tinggi, walaupun dalam kelas pelatihan robotik yang saya pimpin, ada banyak mahasiswa dan dosen yang mengikutinya. Walaupun sering diundang untuk memberikan seminar, workshop dan kuliah umum, namun status yang melekat adalah “bukan dosen” 🙂

Saya pun bukan konsultan ahli dibalik prestasi yang diraih tim robotik Unikom Bandung. Dengan Unikom, saya mewakili NEXT SYSTEM Robotics Learning Center, tengah mengupayakan kerjasama mutualisme, sekaligus men-stimulasi perkembangan robotik di kota Bandung.

Terima kasih kepada rekan Sufyan dari Bisnis Indonesia Bandung yang telah menulis dan mengangkatnya di  media.

Prospek Teknologi AI Menjanjikan

Jumat, 24/04/2009 00:28 WIB

BANDUNG: Implementasi teknologi artificial intelligence (AI) di masa mendatang akan banyak digunakan kalangan industri finansial.

Indrawanto, Dosen Otomasi Industri Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan aplikasi konvensional dari teknologi itu saat ini masih banyak digunakan sebatas kalangan manufaktur.

“Mayoritas sifatnya masih mendukung proses produksi, karena otomatisasi AI membuat proses produksi berjalan sesuai estimasi. Namun, dalam waktu mendatang, ini akan ber-ubah,” katanya dalam Galelobot ITB 2009, kemarin.

Artificial intelligence merupakan perpaduan bidang automasi pada teknik mesin dengan rekayasa peranti lunak, yang memungkinkan terciptanya proses robotisasi yang mengacu prilaku serupa pada makhluk hidup. Misalnya, proses mesin tradisional yang memerlukan aktuator roda gigi dengan bantalan yang sebenarnya meniru otot tubuh. Demikian pula model gerakan robot AI yang sebenarnya meniru gerakan binatang.

Sebagian kecil fungsi peranti ini juga digunakan dalam proses kontrol sensitivitas gerakan pada peralatan kamera digital, ada pula yang menggunakannya dalam games personal komputer, seperti dilakukan Nusantara Online.

Indrawanto menjelaskan prinsip peniruan atas perilaku makhluk itu membuat inventor teknologi tersebut bisa melihat kesamaan proses dari sebuah siklus, sehingga prakiraan (forecasting) bisa dilakukan.

“Kalau sudah bisa meniru, mudah untuk forecast apa yang terjadi kemudian, karenanya, teknisi AI akan bisa menebak harga saham berdasarkan sistem peranti lunak yang dikreasinya.”

Menurut dia, peranti lunak tersebut juga memungkinkan untuk membaca arah arus kas di industri perbankan. Hal itu karena siklus keuangan sebenarnya memiliki fase tersendiri dan bisa dipetakan dalam sebuah sistem. “Inilah yang membedakan dengan peranti lunak karya teknisi teknologi informasi yang pendekatannya kaku. Kalau yang buat adalah teknisi mesin yang belajar AI, tentu akan bisa membuat software yang bisa memprediksi.”

Indrawanto mengungkapkan peranti lunak semacam ini harus lebih didorong dibandingkan dengan mendukung aplikasi yang mendukung proses produksi manufaktur seperti buatan Toshiba, NEC, dan Mitsubishi. Alasannya, lanjutnya, peranti ini akan lebih mendorong keterlibatan teknisi dalam negeri khususnya teknisi teknik mesin dan teknologi informasi.

Sementara itu, robotisasi manufaktur sepenuhnya impor.

Christianto Tjahyadi, Managing Director Next System (pusat pendidikan robot di Bandung), menambahkan aplikasi mekanik yang aplikatif dan bermanfaat harus diutamakan mereka yang menggeluti AI.

oleh: Muhammad Sufyan

URL : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/teknologi-informasi/1id114459.html

Kesempatan Melatih Guru dan Dosen

Saya bersyukur diberi kesempatan untuk memimpin kelas pelatihan mikrokontroler dan robotik dengan peserta dari kalangan pendidikan, yang ber-profesi sebagai guru dan dosen.

Di penghujung bulan Maret 2009, adalah kesempatan keempat memimpin kelas dengan peserta dosen dari teknik elektro, yang umumnya berpendidikan S2. Menarik dan menantang.

Yang saya salut adalah semangat dan kerendahan hati peserta, yang beberapa diantaranya adalah dosen senior. Walaupun mereka terbiasa mengajar mahasiswa dan membimbing tugas akhir, mereka mau meluangkan waktu untuk ikut pelatihan, guna mendapatkan wacana baru sekaligus penyegaran.

Bahkan satu dosen menyampaikan, pelatihan yang diikutinya akan dijadikan modal untuk melanjutkan studinya di jenjang S3. Maka dari itu, Bapak yang satu ini sangat antusias dan melontarkan pertanyaan2 yang mengarah pada cita-citanya tersebut 🙂

Anyway, dari setiap kelas yang saya pimpin, saya mendapatkan pengalaman tambahan. Dan saya bersyukur, Tuhan memberikan kesempatan-kesempatan itu, sehingga saya bisa belajar juga dari mereka, mulai dari partisipan tingkat SD kelas 3 hingga para dosen yang bergelar Master / Magister. Bagaimana dengan peserta pelatihan dari kalangan S3? Ditunggu saja 🙂

Kalau menjadi nara sumber seminar dan ada sejumlah Doktor dan Profesor yang duduk sebagai peserta, itu pernah terjadi beberapa kali. Juga memimpin workshop bersama dengan mereka 🙂

Sebuah tantangan untuk memacu semangat. Gunung yang tinggi memang menantang untuk didaki, dan pelaut ulung tidak pernah lahir dari laut yang tenang. Yuk, kita berselancar di atas gelombang perubahan 🙂

Semangat Luar Biasa dalam Belajar Mikrokontroler!

Kurang lebih satu tahun lalu, dalam satu kloter pelatihan mikrokontroler AVR yang saya pimpin, ada satu peserta yang menelepon agar partisipasinya dapat ditunda. Yang menghubungi kantor saat itu adalah istri ybs, dan menyebutkan bahwa suaminya mengidap kanker usus stadium IV, dan kondisinya tengah anfal. Namun, dia sangat bersemangat dan ingin sekali ikut pelatihan mikrokontroler tsb.

Saat menerima kabar tersebut, saya minta staf di kantor untuk menyetujui penundaan partisipasi tersebut. Saya sampaikan, kapan saja kondisinya membaik, silahkan konfirmasi. Saya akan sediakan waktu khusus untuk memberikan pelatihan secara privat kepada ybs., kapan saja!

Saya hanya berpikir, dgn kondisi terkena kanker stadium IV, sangat sulit untuk pulih, walaupun sangat mungkin bila Tuhan berkehendak. Maka dari itu, apapun yang terjadi kemudian, saat beliau mendapat second wind, maka kesempatan itu harus digunakan untuk memuaskan semangat belajarnya.

Kurang lebih dua bulan kemudian, kondisinya sedikit membaik, dan beliau memutuskan untuk segera mengikuti kelas pelatihan. Dengan wajah pucat beliau datang ke kantor, masuk kelas dan ikut pelatihan privat. Saya sangat terkesan dgn semangatnya yang luar biasa! Saat istirahat, beliau sharing betapa sangat sakit ketika anfal, sampai harus disuntik narkotik. Dan dia sudah putus asa dgn tindakan medis modern, karena usus sudah dipotong, kemoterapi dan radioterapi sudah dijalankan beberapa kali, namun hasilnya nihil. Namun, dia tetap semangat untuk mengisi waktu yg masih tersisa. Bahkan, di hari terakhir pelatihan, beliau menyampaikan beberapa impiannya dan akan segera mengaplikasikan pengetahuan baru yg diperolehnya di kelas pelatihan. Satu semangat yang luar biasa di tengah kondisi yang tidak menguntungkan!

Hari ini, di Harian Umum Pikiran Rakyat, ditayangkan iklan duka cita yang memuat foto beliau. Rekan yang penuh semangat telah dipanggil Sang empunya hidup.

Selamat jalan, teman! Semangatmu sangat meng-inspirasi saya dan seluruh rekan di kantor! Kiranya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan dari Yang Maha Kuasa.

Bersenang-senang dengan Robot

Pikiran Rakyat, 4 Februari 2009 – JIKA Anda kebetulan bertemu dengan anggota komunitas yang satu ini, jangan sakit hati bila kehadiran Anda diabaikan. Pasalnya, di antara sesama anggota komunitas sendiri, kadang seperti tak hirau satu sama lain. “Iya nih, lagi tanggung,” ujar Eric Andreas( 18 ) yang sedang mencocokkan maket dengan komputer.

Eric Andreas termasuk salah seorang peserta kelas robotika SMAK Trimulia Bandung. Di sekolah ini, memang telah terbentuk semacam klub robotika di bawah bimbingan Ir. Christianto Tjahyadi dari Next System Robotics Learning.

Selain di sekolah, klub robotika juga bertumbuh di lingkungan kampus. Sebut saja Divisi Robotika Unikom Bandung. Komunitas ini menggelar aktivitas “ngulik” robotnya di ruang bawah tanah Kampus Unikom yang terletak Jln. Dipati Ukur Bandung. “Iya, di sinilah kita saban hari ngutak-ngatik algoritma robot-robot yang akan kita buat. Sebagian ada yang masih dalam proses, sebagian lagi sudah ada yang jadi,” ujar Yusrila Kerlooza, koordinator Divisi Robotika Unikom Bandung.

Klub Robotika SD/SMP/SMA Trimulia dan Divisi Robotik Unikom Bandung, hanya dua di antara komunitas robotika yang berada di bawah lembaga pendidikan formal. Masih banyak komunitas lain yang berasa di bawah lembaga formal sekolah dan kampus seperti di ITB, Politeknik Bandung (Polban), Politeknik Manufaktur (Polman), ITT Telkom, Politeknik TIDC, malah di UIN juga ada.

Tak cuma itu, di Bandung juga terdapat komunitas robotika yang lebih terbuka namanya, Next System Robotic Learning Center. Klub ini mengutak-atik berbagai jenis robot dari Next System di bawah bimbingan Christianto Tjahyadi yang kemudian juga mengembangkan klub robot ini di sekolah-sekolah.

Peserta yang bergabung dengan Next System Robotic Learning Center sangat beragam, mulai dari siswa SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, sampai karyawan dan profesional. Malah beberapa peserta datang dari luar kota seperti Semarang, Purwokerto, Denpasar, Surabaya, dan kota-kota lain.

Biasanya, kata Christianto, mereka ikut program TFT (training for trainer) karena akan mengembangkan robotika di kotanya masing-masing. “Bandung termasuk salah satu kota tujuan orang yang ingin mendalami robot karena di kota Bandung, bukan saja di lembaga formal tetapi di kelab-kelab seperti ini juga bisa memperlajari robot,” ujarnya.

Di tempat ini, mereka berlatih pemrograman robot Lego Mindstorms NXT untuk siswa dan umum. Pemrograman ini meliputi pemrograman Robot Mindstorms NXT dengan NXT-G, pemrograman Robot Mindstorms NXT dengan Bahasa C, dan pemrograman Robot Mindstorms NXT dengan Bahasa Java dan Microsoft Robotics Studio.

Pelatihan robot ini berlangsung setiap Sabtu dengan waktu bervariasi. Untuk anak-anak TK-SD pagi hari, untuk remaja dan dewasa siang sampai sore hari. Untuk menjamin kualitas pembelajaran, kelas dewasa dibatasi 2-3 orang, sedangkan untuk anak-anak bisa agak banyak, sampai 3-6 orang.

“Kita bertemu memang setiap Sabtu di sini, tetapi interaktif lebih banyak di dunia maya. Terutama anggota yang ikut dari luar kota. Sedangkan untuk anak-anak yang masih bersekolah, pertemuan yang lebih intensif di sekolah,” ujar Christianto yang menggelar kegiatannya di ITC Kosambi Bandung.

Bosan, tapi menyenangkan

Bila robot sering identik dengan sesuatu yang rumit atau ruwet, sebaliknya di Klub Robot Christianto. Anak-anak maupun orang dewasa yang bergabung di sini menganggap robot sebagai hobi yang menyenangkan. Pasalnya, kata Christianto, sejak awal mereka akan menekuni robot, selalu diberi pemahaman bahwa robot itu menyenangkan. Cara menekuninya pun “mengalir” saja, sampai akhirnya para peserta merasakan bahwa bermain robot sangat menyenangkan.

Diakui Christianto, cara kerja robot tidak terlepas dari mekanisme elektronik yang harus dipelajari dan dimengerti. Tetapi jika “jalan masuk” ke pemahamanan itu diberikan dengan cara-cara menyenangkan, anak-anak atau siapa pun yang menekuninya akan tetap merasa “kerasan” untuk berlama-lama “ngulik” robotnya sampai bisa difungsikan.

Dalam setiap pertemuan, peserta memeroleh pengenalan persepsi robot, model-model yang digunakan, cara kerja sensor, dan eksplorasi prinsip-prinsip dasar serta aplikasi robot. Disampaikan pula teknik-teknik robot dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kehadiran robot pun jadi sangat dekat dengan lingkungan.

“Kalau bukan bekerja berdasarkan cara kerja robot, bagaimana mungkin lampu lalu lintas bisa mengatur kendaran dari berbagai penjuru. Hal-hal seperti itulah yang biasanya kita sampaikan kepada anak-anak dan peserta di sini,” ujar Christianto.

Tak mengherankan, bila 80 persen pertemuan klub selalu diisi dengan praktik. Sedangkan untuk teori dan pengenalan sistem (mekanisme) kerja robot maupun sensor, hanya 20 persen saja. Pasalnya, hanya dengan 15-30 menit pun, seseorang sudah akan bisa memahami cara kerja robot.

Meski agak berbeda pandangan, Yusrila Kerlooza dari Divisi Robotika Unikom Bandung membenarkan. Menurut dia, menekuni robotika itu sangat menyenangkan. Kendati begitu, hanya orang-orang yang mampu mengalahkan rasa bosanlah yang akan bertahan menekuni dunia robot.

Pasalnya, kata Yusrila, merancang robot tidak cukup sampai robot itu bisa bergerak. Tetapi, bagaimana gerakan robot tersebut bisa dipertahankan dan kuat. Untuk pehobi robot anak-anak, kecenderungan bosan mungkin akan sedikit teratasi karena hampir sebagian besar bahan dasar robot sudah disediakan.

“Kalau anak-anak yang menekuni robot, biasanya kan sudah tersedia construction kit-nya. Algoritma juga. Berbeda dengan komunitas robot mahasiswa dan dewasa. Mereka harus merancang algoritma, mencari bahan, merangkainya sampai robot itu bisa bergerak dengan gerakan yang andal,” ujarnya.

Inilah yang menurut Yusrila, disebut dengan bisa membunuh rasa bosan. Bayangkan saja, untuk sampai bisa berdiri tegak dan bergerak serta gerakannya bertahan baik itu, waktu yang diperlukan tidak hanya seminggu dua minggu tetapi bulan bahkan sampai tahun,” ujarnya.

Target lomba

Hampir semua pehobi robotika mengaku, lomba sebagai target dari ekspresi karya mereka. Seperti disampaikan Christianto, untuk menakar kualitas karya anggota, pihaknya sering mengadakan lomba rutin. Untuk tingkat sekolah, lomba digelar di sekolah. Sedangkan untuk tingkat yang lebih tinggi, mengikutsertakannya di berbagai ajang lomba.

Hal sama diakui Yusrila. Menurut dia, menekuni robot di Indonesia masih dianggap hobi mahal. Sangat disayangkan bila hasil karya hobi ini hanya dipandangi begitu saja. Ikut serta dalam lomba merupakan jawaban untuk memberikan penghargaan setimpal atas biaya mahal dan kerja keras.

Komunitas robotik Unikom misalnya. Sudah tiga tahun berturut-turut berjaya di ajang Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) nasional. Selain para penghobi ini bisa mengukur hasil karyanya, juga dapat menimba ilmu dari peserta lain. Terlebih menurut Yusrila, setiap ajang lomba mempunyai keistimewannya masing-masing.

“Lomba yang digelar di Amerika, belum tentu bisa disebut lebih berkualitas dibandingkan dengan lomba yang digelar di Jepang. Pasalnya, setiap negera mempunyai spesialisasi masing-masing yang biasanya disesuaikan dengan perkembangan teknologi robot masing-masing negara,” ujarnya.

Klub robotika yang dikembangkan Christianto, kini bukan hanya menyebar di sekolah, tapi juga beberapa kota di Indonesia seperti Semarang, Purwokerto, Denpasar, Medan, dan Surabaya. Mereka kerap datang ke Bandung untuk mengikuti program training for trainer (TFT) yang digelar Klub Robotik Kosambi.

Hal itu, kata Christianto, karena terbatasnya instruktur robot di Indonesia. Permintaan klub ini untuk melebarkan kegiatannya di berbagai kota, cukup besar. Namun, karena keterbatasan instruktur dan guru, permintaan itu tak bisa dipenuhi. “Makanya, kita selalu mengajaknya untuk datang saja ke sini,” ujarnya.

Satu lagi kiprah urang Bandung yang sudah mampu “menyedot” perhatian dan minat pendatang untuk bertandang ke kota kreatif ini. Anda ingin bergabung? (Eriyanti/”PR”)***

NEXT SYSTEM
Robotics Learning Center
ITC Kosambi F2
Jl. Baranang Siang 6-8
Bandung 40112
Tel. (022) 4222062, 70775874
Email: info@nextsys.web.id

Website: edukasi.nextsys.web.id

Mikrokontroler Turunan

Saat ini, begitu banyak pengembang mengembangkan turunan dari mikrokontroler yang ada, untuk tujuan kemudahan dalam penggunaan. Pola yang digunakan dalam “menciptakan” mikrokontroler turunan ini umumnya sama, yaitu menanam sebuah firmware khusus sehingga bisa bekerjasama dengan development tool berupa IDE – Integrated Development Environment dan compiler, yang dikembangkan bersamaan, agar saling mendukung. Jadi, pengembangannya dilakukan di dua sisi, sisi mikrokontroler dalam bentuk firmware dan sisi komputer berupa IDE dan compiler untuk pemrogramannya.

Kelemahan umum dari mikrokontroler turunan ini adalah, tidak bisa keluar dari pakem atau aturan yang telah ditentukan sejak semula oleh pengembangnya. Misalnya, bila mikrokontroler turunan tersebut fokus pada pemrograman dengan Bahasa BASIC, maka dia tidak bisa diprogram dengan cara lain. Pemrogramannya pun harus menggunakan resources yang disediakan oleh pengembang.

Dari statistik, turunan dari mikrokontroler PIC dari Microchip adalah yang paling banyak. Dua yang cukup populer adalah BASIC Stamp dan PICAXE. Keduanya menggunakan Bahasa BASIC sebagai rujukan. Di satu sisi, keduanya menawarkan kemudahan, dan memang kenyataannya cukup mudah dan nyaman untuk pengguna pemula. Namun di sisi lain, saat kita memikirkan cara yang berbeda untuk memprogramnya, itu tidak bisa dilakukan. Firmware yang ada di dalamnya sudah dikunci dan hanya mengerti token yang dikirimkan oleh IDE terkait.

Pada BASIC Stamp, “compiler” di sisi komputer meng-kompilasi source code ke dalam bentuk token. Token-token tersebut dikirim ke mikrokontroler BASIC Stamp untuk disimpan dalam EEPROM eksternal, kemudian diterjemahkan dan di-eksekusi saat program dipanggil. Mekanisme yang digunakan masih seperti BASIC pada awalnya, yakni interpreter.

PICAXE sudah menggunakan konsep compiler. Yang dikirim ke dalam chip sudah berbentuk machine code yang siap di-eksekusi. PICAXE hanya berupa single chip – berbeda dengan BASIC Stamp yang berupa rangkaian – yang di dalamnya sudah ditanam sebuah firmware, namun masih menyisakan sejumlah ruang untuk program yang kita kembangkan, yang ditempatkan dalam sebuah eeprom eksternal.

Contoh lain dari turunan mikrokontroler PIC adalah OOPIC. Mikrokontroler ini menerapkan konsep OOP – Object Oriented Programming berbasis Bahasa BASIC di sisi pemrogramannya. Dengan demikian, mereka yang terbiasa dengan Visual Basic, diharapkan, bisa lebih cepat menguasainya. Skema / rangkaiannya mirip dengan BASIC Stamp. Ada EEPROM eksternal untuk menyimpan object code hasil kompilasi yang dikirim dari komputer, dan dalam flash internal-nya sudah ditanam firmware yang sesuai dengan tujuan pengembangnya. Sama seperti BASIC Stamp dan PICAXE, OOPIC tidak bisa diprogram dengan cara lain, selain yang didukungnya. Saat ini OOPIC mendukung Bahasa BASIC, Java dan C.

IDE yang disediakan vendor-vendor di atas umumnya free, namun tanpa menggunakan perangkat yang mendukungnya, software tersebut tidak berguna.

Untuk mikrokontroler AVR, saya hanya mencatat satu turunan yang cukup populer, namun masih kalah populer dibanding turunan PIC; yang mengusung isu open source, yakni Arduino. Pemrogramannya menggunakan Bahasa C yang sedikit di-modifikasi untuk mencapai target kemudahan, serta menggunakan C compiler GCC yang juga open source, yang bisa run di Windows maupun Linux. Arduino menggunakan konsep yang berbeda dibanding turunan PIC di atas. Di dalam flash-nya tidak ditanam firmware yang spesifik. Jadi, program yang kita buat bisa disimpan dalam flash internal. Yang ditanam di dalamnya hanyalah sebuah bootloader, yang berisi sejumlah inisialisasi. Selebihnya tidak ada yang istimewa. Versi terakhir Arduino menggunakan ATmega168.

Dari contoh-contoh di atas, kita bisa melihat, bahwa banyak pengembangan dilakukan untuk “memanjakan” pengguna, sehingga bisa lebih produktif. Untuk aplikasi yang memerlukan waktu penyelesaian yang singkat, menggunakan mikrokontroler turunan jelas merupakan pilihan yang disarankan. Memang ada extra cost yang harus dibayarkan, namun itu sebanding atau bahkan lebih rendah dibanding time saving yang kita dapatkan.

Namun, untuk sebuah fleksibilitas, mikrokontroler “original” tetap merupakan pilihan, karena tidak tergantung pada vendor tertentu, kecuali produsennya 🙂

Komunikasi RS2322

Ada sejumlah rangkaian transceiver RS232 yang biasa digunakan untuk komunikasi antara mikrokontroler dengan divais lain seperti PC atau divais lain yang menggunakan RS232. Untuk menekan harga, dapat digunakan rangkaian dengan dua transistor seperti yang tampak pada gambar berikut.

Dalam rangkaian lain digunakan Max232 dari Maxim. Rangkaian ini sangat stabil dan digunakan untuk rancangan yang profesional. Divais ini tidak mahal, menyediakan dua kanal RS232. Setiap output transmitter dan input receiver dilindungi terhadap kejutan elektrostatik hingga 15kV. Divais ini dapat beroperasi dengan catu tunggal 5V.

RFID – Radio Frequency Identification

Radio Frequency Identification (RFID) adalah terminologi umum untuk teknologi non kontak yang menggunakan gelombang radio untuk meng-identifikasi orang atau objek secara otomatis. Ada sejumlah metoda identifikasi, namun yang paling umum adalah menyimpan nomor seri yang unik yang meng-identifikasi orang atau objek, dalam sebuah microchip yang dihubungkan dengan sebuah antena. Kombinasi antena dan microchip disebut RFID transponder atau RFID tag, dan bekerja bersama sebuah RFID reader atau terkadang disebut RFID interrogator.

Sebuah sistem RFID terdiri dari sebuah reader dan satu atau lebih tag. Antena pada reader digunakan untuk memancarkan energi dalam frekuensi radio. Bergantung pada tipe tag, energi ditangkap oleh antena pada tag dan digunakan untuk mencatu rangkaian internal di dalam tag. Kemudian tag akan me-modulasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan reader dan mengirim data ke reader. Reader menerima gelombang ter-modulasi dan meng-konversinya menjadi data digital. Beberapa modul RFID reader mengirimkan data digital yang diterimanya dalam bentuk serial.

Ada dua jenis teknologi tag. Passive tag adalah tag yang tidak berisi sumber daya sendiri atau pemancar. Ketika gelombang radio dari reader mencapai antena chip, energi dirubah oleh antena menjadi listrik yang dapat memberi daya pada microchip dalam tag (dikenal sebagai parasitic power). Kemudian tag mampu mengirim balik informasi yang disimpan pada tag dengan memantulkan gelombang elektromagnetik sebagaimana yang dijelaskan di atas. Active tag memiliki sumber daya dan pemancar sendiri. Sumber daya biasanya berupa sebuah batere, digunakan untuk menjalankan rangkaian microchip dan untuk memancarkan sinyal ke reader. Mengingat passive tag tidak memiliki pemancar sendiri dan harus memantulkan sinyal ke reader, maka jarak bacanya lebih pendek dibanding active tag. Namun, active tag umumnya memiliki ukuran fisik yang lebih besar dan lebih mahal. Kebanyakan modul RFID reader dirancang untuk bekerja dengan passive tag ber-frekuensi rendah (125 kHz).

Frekuensi merujuk pada ukuran dari gelombang radio yang digunakan untuk komunikasi antara komponen-komponen sistem RFID. Seperti halnya kita menala radio pada frekuensi yang berbeda untuk mendengar stasiun radio yang berbeda, RFID tag dan read pun harus ditala pada frekuensi yang sama agar dapat ber-komunikasi secara efektif. Secara tipikal sistem RFID menggunakan satu diantara jangkauan frekuensi berikut: frekuensi rendah (LF, sekitar 125 kHz), frekuensi tinggi (HF, sekitar 13.56 MHz), frekuensi sangat tinggi (UHF, sekitar 868 dan 928 MHz), atau microwave (sekitar 2.45 dan 5.8 GHz). Semakin tinggi frekuensi yang digunakan, semakin tinggi kecepatan transfer data dan semakin jauh jangkauan pembacaan, namun lebih peka terhadap faktor lingkungan, misalnya, cairan dan logam yang dapat interferensi dengan gelombang radio.

Mengakses EEPROM pada Mikrokontroler AVR

Meng-akses EEPROM internal AVR dilakukan dengan menggunakan global variable, diawali dengan atribut memori eeprom atau __eeprom.

/* Nilai 1 disimpan dalam EEPROM saat chip programming */
eeprom int alfa = 1;
eeprom char beta;
eeprom long array1[5];

/* Sebuah string disimpan dalam EEPROM selama chip programming */
eeprom char string[]="Hello";

void main(void) 
{
  int i;

/* Pointer to EEPROM */
  int eeprom *ptr_to_eeprom;

/* Menulis 0x55 langsung ke EEPROM */
  alfa=0x55;
/* atau tidak langsung dengan menggunakan sebuah pointer */
  ptr_to_eeprom=&alfa;
  *ptr_to_eeprom=0x55;

/* Membaca nilai langsung dari EEPROM */
  i = alfa;
/* atau tidak langsung dengan menggunakan sebuah pointer */
  i = *ptr_to_eeprom;
}